PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM KONSELING
(PENDEKATAN BEHAVIORAL DAN PENDEKATAN RASIONAL)
Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Bimbingan dan Konseling
Dosen Pengampu: Nur Hasanah, M. Pd
Disusun Oleh:
1.
Putri Saraswati (1710410006)
2.
Siti Zumrotun Ni’mah (1710410016)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
FALKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk hidup yang bersifat
rasional dan juga irasional. Pada hakikatnya manusia itu memiliki kecendrungan
untuk berpikir yang rasional atau logis, disamping itu juga ia memiliki
kecendrungan untuk berpikir tidak rasional atau tidak logis. Konseling
yang merupakan bentuk bantuan secara langsung antara dua orang atau lebih
sehingga masalah yang sedang dihadapi oleh konseli dapat terselesaikan sehingga
tidak menghalangi konseli dalam meraih kebahagiaan dalam hidupnya. Di dalam
proses konseling, konselor harus menggunakan pendekatan-pendekatan yang sesuai
dengan karakteristik masalah dari konseli. Salah satu dari pendekatan
konseling adalah behavioral dan rasional emotif terapi.
Pendekatan-pendekatan
dalam bimbingan dan konseling ini merupakan suatu
pokok bahasan yang sangat penting untuk dipahami, apalagi kita sebagai calon
guru, sudah seharusnya sebagai seorang guru kita harus memiliki banyak keahlian
dalam mengajar termasuk juga dalam memberikan bimbingan dan penyuluhan kepada
siswa agar terjalinnya hubungan yang dekat saling terbuka antara guru dan siswa.
Oleh karena itulah, secara umum pada makalah ini akan dibahas tentang berbagai
macam jenis pendekatan
dalam bimbingan dan konseling.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian pendekatan-pedekatan dalam
bimbingan dan konseling?
2.
Bagaimana pendekatan behavioral dalam bimbingan
dan konseling?
3.
Bagaimana pedekatan rasional dalam bimbingan
dan konseling?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pendekatan-Pendekatan Bimbingan dan Konseling
Kata Pendekatan terdiri dari kata
dasar dekat dan mendapat imbuhan Pe-an yang berarti hal, usaha atau perbuatan
mendekati atau mendekatkan. Jadi
pendekatan bimbingan dan konseling adalah suatu usaha yang dilakukan oleh
seorang konselor untuk mendekati kliennya sehingga klien mau menceritakan
masalahnya.
Pendekatan konseling merupakan teori yang mendasari
sesuatu kegiatan dan praktik konseling. Pendekatan itu dirasakan penting karena
jika kita mempunyai pemahaman berbagai pendekatan atau teori-teori konseling,
maka akan memudahkan kita dalam menentukan arah proses konseling.[1]
Dalam menguraikan pendekatan-pendekatan yang digunakan
dalam bimbingan dan konseling. Lis Haryanti (2009) menyatakan bahwa setiap
pendekatan memiliki pandangan yang berbeda tentang sifat manusia, pribadi
manusia, kondisi manusia, dan lain-lain. Pandangan tentang manusia ini akan
melahirkan konsep dan landasan filosofis mengenai bimbingan dan konseling.[2]
B. Pendekatan Behavioral dalam
Bimbingan Konseling
Gerald Corey menjelaskan bahwa terapi
behavioral adalah pendekatan-pendekatan terhadap konseling dan psikoterapi yang
berkaitan dengan pengubahan tingkah
laku, pendekatan, teknik, dan prosedur yang di lakukan berakar pada teori
tentang belajar. Terapi ini adalah salah satu teknik yang digunakan dalam menyelesaikan tingkah laku yang ditimbulkan oleh
dorongan dari dalam dan dorongan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup, yang
di lakukan melaui proses belajar agar bisa bertindak dan bertingkah laku lebih efektif, lalu mampu menanggapi
situasi dan masalah dengan cara yang lebih
efektif dan efisien.
Terapi behavional berasal dari dua arah konsep
yakni Pavlovian dan Skinnerian. Mula-mula terapi ini dikembangkan oleh Wolpe
(1958) untuk mengulangi (treatment) neurosis. Neurosis dapat di
jelaskan dengan mempelajari perilaku yang tidak adaptif melalui proses belajar.
Dengan perkataan lain bahwa perilaku yang menyimpang bersumber dari belajar
atau hasil belajar tertentu. Perilaku tersebut dipandang sebagai respons
terhadap stimulasi atau perangsangan exteral dan internal karena itu tujuan
terapi adalah untuk memodifikasi koneksi-koneksi dan metode-metode S-R sedapat
mungkin kontribusi terbesar dan konseling behavioral (perilaku) adalah di
perkenalkanya metode ilmiah di bidang psikoterapi. Yaitu bagaimana memodifikasi
perilaku melalui rekayasa lingkungan sehingga terjadi proses belajar untuk
perubahan perilaku.[3]
Sejarah perkembangan dan tokoh-tokoh terapi
behavioral, terapi behavioral tradisional di awali pada tahun 1950-an di
Amerika Serikat, Afrika Selatan, dan Inggris sebagai awal radikal menentang
perspektif psikoanalisis yang dominan. Fokusnya adalah pada menujukan bahwa
teknik pengkondisian perilaku yang efektif dan merupakan alternatif untuk
terapi psikoanaitik. Tokoh-tokoh terapi behavioral ini adalah BF Skinner Albert
Bandura. Merupakan seorang juru bicara berkemuka untuk behaviorisme dan dianggap
sebagai bapak dari pendekatan behavioral. Skinner tertarik pada konsep
penguatan dan penerapannya dalam dirinya sendiri. Tujuan terapi behavioral
memfokuskan pada persoalan-persoalan perilaku spesifik atau perilaku menyimpang
yang bertujuan untuk menciptakan kondisi baru bagi proses belajar dengan dasar
bahwa segenap tingkah laku itu dipelajari.
Dasar teori terapi behavioral adalah bahwa perilaku dapat di pahami sebagai hasil
kombinasi (1) Belajar waktu lalu dalam hubunganya dengan keadaan yang serupa,
(2) Keadaan motivasional sekarang dan efeknya terhadap kepekaan lingkungan, (3)
Perbedaan-perbedaan biologik baik secara genetik atau karena gangguan
fisiologik. Dengan Eksperimen-eksperimen terkontrol secara seksama maka
menghasilkan hukum-hukum yang mengontrol perilaku tersebut. Dalam hal ini Skinner
walaupun dipengaruhi teori S-R, tetapi dia punya pandangan tersendiri mengenai
perilaku. Menurut Skinner, (1) respons
tidak selalu ditimbulkan oleh stimulus, akan tetapi lebih kuat oleh pengaruh reinforcement
(penguatan) (2) lebih menekankan pada study subjek individual ketimbang
generalisasi kecenderungan kelompok, (3) menekankan pada penciptaan situasi
terentu terhadap terbentuknya perilaku ketimbang motivasi.[4] Di
bawah ini terlihat skema terbentunya perilaku:
Bagan
1: Skema Teradinya Perilaku Menurut Skinner
Para konselor behavioral memandang
kelainan perilaku sebagai kebiasaan yang di pelajari.
1.
Tujuan
konseling behavioral
Tujuan konseling behavioral adalah untuk
membantu klien membuat respons-respons yang lama yang merusak diri, dan
mempelajari respons yang baru yang lebih sehat. Tetapi ini berbeda dengan
terapi lain, dan pendekatan biasanya ditandai oleh fokusnya perilaku yang
tampak dan spesifik, kecermatan dan penguraian tujuan-tujuan treatment,
dan penilaian objektif hasil mengenai konseling. Maka dapat disimpulkan tujuan terapi
behavioral adalah untuk memperoleh perilaku baru, mengeleminasi perilaku yang
muladatif dan memperkuat serta mempertahankan perilaku yang diinginkan.
2. Hubungan
kilen dan konselor
Dalam kegiatan konseling, konselor memegang
peranan aktif dan langsung. Hal ini bertujuan agar konselor dapat menggunakan
pengetahuan ilmiah untuk menentukan masalah-masalah klien sehingga diharapkan
kepada perubahan perilaku yang baru. Sistem
dan prosedur konseling behavioral amat terdefinisikan. Klien harus mampu
berpartisipasi dalam kegiatan konseling ia harus memiliki motivasi untuk
berubah, harus bersedia bekera sama dalam melakukan aktifitas konseling, baik
ketika berlangsung konseling maupun di luar konseling. Dalam hubungan konselor
dengan klien ada beberapa yang harus dilakukan
yaitu konselor memahami dan menerima klien, keduanya bekerja sama, dan
konselor memberikan bantuan dalam arah yang diinginkan klien.
3. Teknik-teknik
behavioral
a. Desentisisasi
sistematik (fsytematic desensitization)
Adapun
prosedur pelaksanaan antara lain:
1) Analisis
perilaku yang menimbulkan kecemasan.
2) Menyusun
jenjang-jenjang situasi yang menimbulkan kecemasan dari yang kurang hingga yang
paling mecemaskan klien.
3) Memberi
latihan relaksasi otot-otot yang dimulai dari lengan hingga otot kaki.
4) Klien diminta
membayangkan situasi yang menyenangkanya seperti di pantai, di tengah taman
yang hijau dan lain-lain.
5) Klien disuruh
memejamkan mata, kemudian disuruh membayangkan situasi yang kurang mencemaskan,
bila klien sanggup tanpa cemas dan gelisah, berarti situasi tersebut dapat diatasi
klien. Demikian seterusnya hingga ke situasi yang paling mencemaskan.
6) Bila
pada suatu situasi klien cemas dan gelisah, maka konselor memerintahkan klien agar
membayangkan situasi yang menyenangkan tadi untuk menghilangkan kecemasan yang
baru terjadi.
b. Assertive
training
Merupakan
teknik dalam konseling behavioral yang menitik beratkan pada kasus yang
mengalami kesulitan, dan perasaan yang sesuai dalam menyatakannya. Berikut
teknik untuk membantu klien:
1) Tidak
dapat menyatakan kemarahanya atau kejengkelanya.
2) Mereka
yang sopan berlebihan dan membiarkan orang lain mengambil keuntungan dari
padanya.
3) Mereka
yang yang mengalami kesulitan dalam berkata “tidak”.
4) Mereka
yang yang sukar menyatakan cinta dan respon positif lainnya.
5) Mereka
yang merasakan tidak punya hak untuk menyatakan pendapat dan pikirannya.
c. Aversion
therapy
Teknik
ini bertujuan untuk menghukum perilaku yang negatif dan memperkuat perilaku positif.
d. Home-work
Yaitu
suatu latihan rumah bagi klien yang kurang mampu menyesuaikan diri terhadap
situasi tertentu.[5]
Pendekatan ini dikembangkan oleh Albert Ellis semenjak
pertengahan tahun 1950-an. Pendekatan ini dikenal dengan Rational Emotive
Therapy (RET). Ellis merupakan seorang ahli yang sangat rajin dalam bekerja
memberikna pelayanan psikoterapi, baik secara individual maupun dalam situasi
kelompok, dan juga dalam memberi ceramah diberbagai kesempatan disepanjang
tahun. RET didasari asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi rasional
(berfikir langsung) dan juga irasional (berfikir berliku-liku). Keyakinan
irasional itu menyebabkan gangguan emosional. RET tidak memandang hubungan
antar pribadi anatara konseli dan konselor sebagai sesuatu yang sangat penting
dalam proses terapeutik. Yang penting bagi pendekatan ini adalah keterampilan
dan kesediaan konselor untuk menantang, mengkonfrontasikan dan meyakinkan
konseli mempraktikan kegiatan (baik di dalam maupun di luar kelompok konseling)
yang akan mengarah kepada perubahan yang konstruktif dalam pemikiran dan
perbuatan konseli. Dengan demikian, teori ini sangat mengedepankan kemampuan
konselor untuk melakukan berbagai upaya untuk mencari berbagai alternatif dalam
menantang konselinya untuk sampai pada kesimpulan untuk berubah.[6]
Rasional emotif terapi (RET) dapat dideskripsikan
sebagai corak konseling yang menekankan kebersamaan dan reaksi antara berfikir
dan akal sehat (rational emotive), berperasaan (emoting), dan
berpeilaku (acting). RET merupakan aliran psikoterapi yang berlandaskan
bahwa manusia terlahir dengan potensi. Baik untuk berfikir rasional dan jujur
maupun untuk berfikir irasional dan jahat.[7] Pemikiran
tak logis irasional itu merusak dan merendahkan diri melalui emosionalnya.
Ide-ide irasional bahkan dapat menimbulkan neurosis dan psikosis. Sebuah contoh
ide irasional adalah: “Seorang yang hidup dalam masyarakat harus
mempersiapkan diri secara kompeten dan adekuat, agar ia dapat mencapai
kehidupan yang layak dan berguna bagi masyarakat”. Pemikiran lain adalah “Sifat
jahat, kejam, dan lain-lain harus dipersalahkan dan dihukum”.[8]
Ellis memandang manusia bersifat rasional dan
irasional. Dengan mengoptimalkan kekuatan intelektualnya, seseorang dapat
membebaskan dirinya dari gangguan emosional. Unsur utama terapi rasional emotif
adalah asumsi bahwa berfikir dan emosi bukan dua proses yang terpisah. Pikiran
dan emosi merupakan hal yang sama. Rasional emotif menekankan pada kebersamaan
dan interaksi antara berfikir dan akal sehat, perasaan-perasaan dan perilaku
atau tindakan. Dalam pendekatan ini konselor berusaha untuk dapat mengubah cara
berfikir, cara berperasaan, dan berperilaku. Dalam mengubah cara berfikir
konselor memberikan petunjuk bahwa berfikir yang irasional atas kejadian atau
jalan perasaan konseli akan membahayakan dirinya sendiri. Oleh karena itu
dengan berfikir yang rasional, maka individu akan dapat beraktivitas yang lain
dan tidak memikirkan masalahnya lagi.[9]
1. Konsep-konsep pokok
Semua teori konseling
dikembangkan dari konsep-konsep pokok. Konseling rasional emotif, oleh
penemunya disusun dengan beberapa konsep pokok sebagai berikut:
a. Teori A-B-C
Teori A-B-C tentang
kepribadian dan gangguan emosional merupakan unsur yang sangat penting dalam
teori dan praktik pendekatan rasional emotif ini. A adalah activating
experiences atau pengalaman-pengalaman pemicu, seperti kesulitan-kesulitan
keluarga, kendala-kendala pekerjaan, trauma-trauma masa kecil, dan hal-hal yang
dianggap sebagai penyebab ketidakbahagiaan. B adalah beliefs, yaitu
keyakinan-keyakinan, terutama yang bersifat irasional dan merusak diri sendiri
yang merupakan sumber ketidakbahagiaan kita. C adalah consequence, yaitu
konsekuensi-konsekuensi berupa gejala neurotik dan emosi-emosi negatif sepeti
panik, dendam dan amarah karena depresi yang bersumber dari keyakinan-keyakinan
kita yang keliru.[10]
b. Asal mula gangguan
emosional
Perasaan cemas,
tertekan, ditolak, marah, dan dikucilkan dimulai dan diabadikan oleh sistem
keyakinan yang cenderung mengalahkan diri sendiri didasarkan atas dasar
gagasan-gagasan irasional yang didekapnya tanpa kritik pada masa kanak-kanak.
Apabila orang hidup secara rasional, memiliki keyakinan yang positif, maka
mereka akan cenderung merasa bahagia, santai, atau sekurang-kurangnya tenang,
sebaliknya apabila orang itu menyembunyikan gagasan-gagasan yang sinis,
pesimistik, dan putus asa, maka dia akan cenderung merasa sedih, tertekan dan
putus asa.
c. Mengkonfrontasikan dan
menyerang keyakinan yang irasional
Sebagai suatu model
konseling kognitif, RET mengajar orang-orang untuk mengkonfrontasikan system
keyakinan yang menciptakan gangguan. Tujuan ini akan tercapai dengan
menjelaskan bagaimana gagasan-gagasan irasional menyebakan gangguan emosional,
dengan menyerang gagasan-gagasan iyu secara ilmiah, dan mengajar konseli
tentang bagaimana konseli harus menantang pememikirannya dan tenang bagaimana
mengganti gagasan-gagasan irasional dengan yang rasional.
d. Menilai diri (self
rating)
Menurut Elis (1979),
kita mempunyai sesuatu kecenderungan yang kuat untuk menilai tindakan dan
perilaku kita sebagai “baik” atau “buruk”. Disamping iyu kita mempunyai
kecenderungan pula untuk menilai diri kita sendiri sebagai keseluruhan pribadi
sebagai “baik” atau “buruk” berdasarkan penampilan kita. Penilaian diri kita
itu mempengaruhi perasaan dan tindakan kita, karena proses penilaian ini
merupakan salah satu sumber dari gangguan emosional kita. Oleh karena itu,
konselor RET mengajar para konselinya tentang bagaimana memisahkan penilaian
pribadinya dan mengajar bagaimana mereka menerima dirinya sendiri dengan
ketidaksempurnaannya.[11]
2. Tujuan rational
emotive therapy
RET bertujuan untuk memperbaiki dan mengubah sikap,
persepsi, cara berfikir, keyakinan serta pandangan konseli yang irasional
menjadi rasional, sehingga konseli dapat mengembangkan diri dan mencapai
realitas diri yang optimal. Mehilangkan gangguan emosional yang dapat merusak
diri seperti, benci, takut, rasa bersalah, cemas, was-was, marah, sebagai
akibat berfikir yang irasional, dan melatih serta mendidik konseli agar dapat
menghadapi kenyataan hidup secara rasional dan membangkitkan kepercayaan diri,
nilai-nilai, dan kemampuan diri.[12]
3. Teknik-teknik RET
Terapi rasional emotif
menggunakan berbagai teknik yang bersifat kognitif, efektif, dan behavioral
yang disesuaikan dengan kondisi konseli. Berikut dikemukakan beberapa macam
tekniknya, sebagaimana diungkapkan oleh Oemarjoedi (Rusmana, 2009: 55) sebagai
berikut:
a. Teknik-teknik emotif
(efektif)
1) Tenik assertive
training, yaitu teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong dan
membiasakan konseli untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan
perilaku tertentu yang diinginkan.
2) Teknik sosiodrama,
yang dipergunakan untuk mengekpresikan berbagai jenis perasaan yang menekan
(perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang didramatisasikan
sedemikian rupa sehingga konseli dapat secara bebas mengungkapkan dirinya
sendiri secara lisan, tulisan melalui gerakan-gerakan dramatis.
3) Teknik “self
modelling” atau “diri sebagai model” yakni teknik yang digunakan
untuk meminta konseli agar “berjanji” atau mengadakan komitmen dengan konseler
untuk menghilangkan perasaan atau perilaku tertentu.
4) Teknik “imitasi”
yaitu digunakan dimana konseli diminta untuk meniru secara terus menerus suatu
model perilaku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan perilakunya
sendiri yang negatif.[13]
b. Teknik-teknik behavioristik
1) Teknik “reinforcement”
(pengaturan), yaitu teknik yang digunakan untuk mendorong konseli ke arah
perilaku yang lebih rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal (reward)
ataupun punishment (hukuman).
2) Teknik sosial modeling
(pemodelan sosial), yaitu teknik yang digunakan untuk memberikan
perilaku-perilaku baru pada konseli.
3) Teknik live models
(model dari kehidupan nyata), yang digunakan untuk menggambarkan perilaku-perilaku
tertentu, khususnya situasi-situasi interpersonal yang komplek dalam bentuk
percakapan sosial, interaksi dengan memecahkan masalah-masalah.
c. Teknik-teknik kognitif
1) Home work assignment (pemberian tugas rumah). Dalam teknik ini, konseli
diberikan tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri dan menginternalisasikan
sistem nilai tertentu yang menurut pola perilaku yang diharapkan.
2) Teknik assertive,
teknik ini digunakan untuk melatih keberanian konseli dalam mengekpresikan
perilaku-perilaku tertentu yang diharapkan melalui role playing atau
bermain peran, rehearsal atau latihan, dan sosial modeling atau
menirukan model-model sosial.[14]
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Pendekatan konseling merupakan teori yang mendasari
sesuatu kegiatan dan praktik konseling. Pendekatan itu dirasakan penting karena
jika kita mempunyai pemahaman berbagai pendekatan atau teori-teori konseling,
maka akan memudahkan kita dalam menentukan arah proses konseling.
Behavioral adalah pendekatan-pendekatan terhadap
konseling dan psikoterapi yang berkaitan dengan pengubahan tingkah laku, pendekatan, teknik, dan prosedur
yang di lakukan berakar pada teori tentang belajar. Terapi ini adalah salah
satu teknik yang digunakan dalam
menyelesaikan tingkah laku yang ditimbulkan oleh dorongan dari dalam dan dorongan untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup, yang di lakukan melaui proses belajar agar
bisa bertindak dan bertingkah laku
lebih efektif, lalu mampu menanggapi situasi dan masalah dengan cara yang lebih efektif dan efisien.
RET didasari asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan
potensi rasional (berfikir langsung) dan juga irasional (berfikir
berliku-liku). Keyakinan irasional itu menyebabkan gangguan emosional. Teori
ini sangat mengedepankan kemampuan konselor untuk melakukan berbagai upaya
untuk mencari berbagai alternatif dalam menantang konselinya untuk sampai pada
kesimpulan untuk berubah. Konseling rasional emotif, oleh penemunya disusun dengan
beberapa konsep pokok yaitu, teori A-B-C, asal mula gangguan emosional, mengkonfrontasikan
dan menyerang keyakinan yang irasional, dan menilai diri (self rating).
DAFTAR PUSTAKA
Salahudin, Anas. 2016. Bimbingan & Konseling.
Bandung: Pustaka Setia.
Willis, H. Sofyan S. 2011. Konseling Keluarga (Family
Counseling). Bandung: Alfabeta.
Kurnanto, Edi. 2014. Konseling Kelompok. Bandung:
Alfabeta.
[1] H. Sofyan S. Willis, Konseling Keluarga
(Family Counseling), (Bandung: Alfabeta, 2011), hlm. 92.
[2] Anas Salahudin, Bimbingan
& Konseling, (Bandung: Pustaka Setia, 2016), hlm. 61.
[3] Op. Cit, H. Sofyan
S. Willis, hlm. 104-105.
[4] Ibid, hlm. 105.
[5] Ibid, hlm. 105-108.
[6] M. Edi Kurnanto, Konseling
Kelompok, (Bandung: Alfabeta, 2014), hlm. 66-67.
[7] Ibid, hlm. 67.
[8] Op. Cit, H. Sofyan
S. Willis, hlm. 110-111.
[9] Op. Cit, Edi
Kurnanto, hlm. 67-68.
[10] Ibid, hlm. 68.
[11] Ibid, hlm. 69-70.
[12] Op. Cit, H. Sofyan
S. Willis, hlm. 111.
[13] Op. Cit, M. Edi Kurnanto, hlm. 72-73.
[14] Ibid, hlm. 73.